Terkadang alam semesta ini terlihat seperti tidak adil
Kita sering melihat orang kaya makin kaya dan orang miskin makin miskin.
Orang kaya dengan mudahnya menjalani hidup, mereka seperti selalu dikelilingi dewi fortuna hingga apapun yang dikerjakan selalu membuahkan hasil. Project satu belum selesai , datang project baru, rumah sudah mewah, bisa beli rumah lagi, sudah punya mobil bisa beli mobil lagi, anaknya dewasa menikah ketemu jodoh anaknya orang kaya lagi. Hidupnya seperti berada pada lingkaran keberuntungan yang sangat menyenangkan.
Kita juga sering melihat ada orang miskin yang berjuang dengan segala upayanya, tetapi sekuat apapun dia berusaha, dia hanya seperti hamster yang berlari di roda putar.
Sekencang apapun berlari, dia tidak kemana-mana, dia tetap berada disitu dan hanya disitu-situ saja.
Kita sering melihat orang miskin kesulitan mencari kerja, atau bekerja dengan gaji kecil, Setelahnya di rumah harus bertengkar dengan istrinya karena kebutuhan tidak tercukupi, disitu si miskin merasa deritanya bertambah.
Karena anak sering melihat orang tuanya bertengkar, anak tumbuh menjadi anak yang susah diatur, lalu anak merasa tidak betah dirumah, dia lebih suka nongkrong dijalanan, hingga akhirnya terpengaruh kehidupan jalanan, mabuk- mabukan, terkesan urakan dan label-label negatif lainnya yang membuat orang tua semakin merasa menderita.
Setelah anak dewasa, anak menikah dan ketemu orang miskin lagi, karena sama-sama miskin akhirnya harus tinggal di rumah kecil milik orang tua, dan kembali lagi derita si miskin bertambah.
Si miskin mengalami siklus penderitaan yang seperti tiada akhir dan terus bertambah dari waktu ke waktu.
Pertanyaannya adalah kenapa ini terjadi ?
Kenapa si miskin sulit keluar dari siklus penderitaannya ?
Sedangkan si kaya bisa dengan penuh kesenangan menikmati kehidupannya.
Dalam hal ini, saya ingin mengajak anda untuk mengamati alam semesta.
Saya ingin mengajak anda mengamati pegunungan dan lautan dan kita jadikan pegunungan dan lautan sebagai analogi untuk memudahkan kita memahami paradoks alam semesta.
Di pegunungan kita bisa melihat tumbuh-tumbuhan
Di lautan kita dapat melihat air yang sangat berlimpah.
Jika air itu adalah kebutuhan, maka seharusnya tumbuh-tumbuhan di pegunungan lebih membutuhkan air.
Jika air itu adalah kebutuhan maka lautan tidak membutuhkan air.
Dan amatilah kemana ujung dari semua sungai yang mengalir.
Saat anda mengamati sungai-sungai yang mengalirkan air, anda akan menemukan bahwa seluruh aliran air sungai justru mengalir ke lautan.
Lautan yang sudah berlimpah air justru menerima banyak air.
Sekarang kita amati tumbuh-tumbuhan di pegunungan, bukankah tumbuh-tumbuhan itu membutuhkan air ?
Misal di lereng gunung ada petani yang menanam jagung, maka jagung itu pasti membutuhkan air.
Saat petani paham jagung yang di tanam membutuhkan air, petani melakukan upaya untuk mendapatkan air, mungkin dengan irigasi, dengan memasang pompa air dan sebagainya.
Mungkin dengan segala upaya petani tersebut dapat menghadirkan air tetapi hanya dalam beberapa saat air itu kembali diserap tanah dan habis.
Bahkan saat langit menurunkan hujan, air hanya bisa bertahan beberapa saat di pegunungan, selanjutnya air itu diserap tanah dan sebagian mengalir ke sungai-sungai yang kemudian air itu sampai pada lautan.
Pegunungan dan lautan dapat kita analogikan sebagai si miskin dan si kaya.
Si miskin selalu merasa butuh, si kaya selalu merasa berlimpah
Si miskin selalu merasa kurang, si kaya selalu merasa berlimpah.
Si miskin melakukan banyak upaya untuk mendapatkan kekayaan, tetapi karena perasaan butuh uang, perasaan kurang uang yang selalu ada di hatinya maka saat itu si miskin bisa kita analogikan seperti pegunungan.
Dia bekerja, dia berusaha sekuat tenaga seperti petani yang ingin mendapatkan air untuk tanamannya, dan sadarilah bahwa sekuat apapun dia berusaha, seberapa banyakpun uang yang berhasil di dapatkan, uang itu akan selalu habis seperti air di pegunungan.
Sementara amatilah perasaan si kaya yang selalu merasa berlimpah, merasa sudah ada, merasa sudah cukup, karena perasaan itulah dia bisa di analogikan sebagai lautan.
Meskipun dia santai, dia tampak tidak bekerja keras, dia tampak tenang seperti lautan, dan karena ketenangannya, karena kedamaian perasaannya, karena perasaan berlimpahnya justru rejeki mengalir dari berbagai arah seperti lautan yang mendapatkan aliran air sungai dari segala sisi.
Setelah paham paradoks alam semesta ini, anda dapat memilih apakah anda akan memposisikan diri sebagai pegunungan atau sebagai lautan.
Jika anda selalu merasa butuh, selalu merasa kurang, selalu merasa menderita, selalu merasa sedih, selalu merasa kecewa, maka saat itu anda sedang memposisikan diri sebagai pegunungan dan anda harus menyadari bahwa semua yang anda upayakan pasti selalu habis, semua hasil usaha anda akan selalu habis, entah untuk kebutuhan hidup atau untuk apapun.
Alam semesta dengan segala kecerdasannya pasti mengirimkan apapun peristiwa yang membuat uang dan kekayaan anda habis, saat perasaan anda adalah perasaan pegunungan.
Sebaliknya jika anda bisa mengkondisikan perasaan anda untuk berada pada posisi perasaan lautan, yaitu perasaan tenang, bahagia, damai dan merasa berlimpah, saat itulah alam semesta dengan segala kecerdasannya mendatangkan rejeki dari berbagai arah untuk anda.
Alam semesta dengan segala kecerdasannya yang tanpa batas mengalirkan sumber-sumber kekayaan untuk anda seperti air yang mencari dan menemukan jalannya sendiri untuk menuju lautan.
Ingin belajar lebih lanjut, Silahkan konsultasi melalui link dibawah ini